Selasa, 31 Desember 2013

Pendampingan Sekretariat BKM

Dalam perkembangannya tugas dan tanggungjawab sekretaris BKM/LKM tak bisa dipandang enteng. Kian bertambah umur dan berprestasi sebuah BKM/LKM,  tugas kewajiban sekretaris mengalami perluasan, baik dari aspek jenis maupun volumenya. Buktikan  saja pernyataan tersebut ketika  sebuah BKM menjalankan beberapa  program sekaligus, misalnya program reguler, penanggulangan kemiskinan terpadu (PAKET) dan program penataan lingkungan permukiman berbasis komunitas (PLPBK).  Ragam dan jumlah rapat, administrasi keuangan serta pengarsipan  yang mereka fasilitasi volumenya semakin besar.

Tak cuma keahlian sebagai pembawa acara, persuratan, pembuatan notulensi rapat, dan administrasi keuangan yang harus mereka kuasai.  Kultur kerja dan  kepatuhan  terhadap sistem pun dituntut. Beberapa hal dapat disebutkan disini misalnya: disiplin pencatatan administrasi keuangan dan pelaporannya secara berkala, pengelolaan dana operasional tunai dan   tanggungjawab atas penghitungan dan pengecekannya. Bahkan apabila diperlukan sampai dengan memastikan pengamanannya dengan menyetor  ke bank. Tugas lain  yang tak kalah pentingnya adalah  pengelolaan  seluruh dokumen penting BKM melalui pelaksanaan fungsi pengarsipan yang baik.

Sekretaris yang handal adalah sekretaris yang kinerjanya mampu membarengi derap tuntutan perubahan dan kemajuan BKM. Agar sekretaris BKM/LKM mampu berkinerja baik, bagaimana dan apa saja fasilitasi yang mesti dilakukan?

Peningkatan Kapasitas Pembukuan. Pelatihan dan coaching adalah merupakan upaya standar untuk membangun kapasitas sekretaris BKM/LKM.  Tak hanya untuk  pembukuan bantuan langsung masyarakat (BLM) reguler dan  PLPBK tetapi juga untuk  kegiatan insidental semacam pencatatan dana pelatihan masyarakat, program P2KP Peduli, program rekonstruksi, program NUSSP, program Pamsimas, program Urban Sanitasion Rural Infrastructur (USRI ), program padat karya dll. Selebihnya bisa dilakukan dengan mengklinik hasil pembukuan yang dapat dilakukan secara individual  ataupun klaster (tim, lintas tim, lingkup  kabupaten).  Dari aktivitas klinik tersebut mereka belajar dan memperoleh pengalaman dari kesalahan yang dibuatnya sendiri (learning by doing).Pelatihan dan coaching dinilai bermanfaat sejauh berdampak tidak saja pada peningkatan  aspek pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik) tetapi juga  pada perubahan  sikap (afektif) yang menerjemahkan pengetahuan dan ketrampilan ketindakan nyata. Tidak hanya berhenti pada tahu dan terampil saja,  tetapi dibarengi kemauan untuk menerapkannya. Peningkatan kapasitas, selain melalui pelatihan dan coaching bisa ditempuh melalui studi banding.  Studi banding adalah media terbaik  bagi  sekretaris BKM/LKM untuk  menakar dan membandingkan usaha dan capaiannya, mulai dari capaian substansi, performance sampai dengan tingkat kerelawanan yang ia miliki. Dari sini sekretaris BKM/LKM dapat menemukan acuan (benchmark) pembelajaran nyata.

Fasilitasi Kantor. Sekretariat atau  kantor BKM/LKM berfungsi sebagai pusat informasi dan komunikasi mengenai program kegiatan, sarana perencanaan dan pengendalian (koordinasi, konsolidasi), disamping sebagai pusat pelayanan publik. Tersedianya  ruang kantor BKM --apalagi jika ditata (di-layout) dengan baik--akan menjamin kelancaran, kenyamanan dan efisiensi kerja disamping memungkinkan semua dokumen terpelihara.

Sejauh yang dicermati sampai dengan kini tak ada ketentuan yang menyatakan bahwa BKM/LKM harus memiliki kantor. Tak diketahui, apakah penyediaan kantor implisit inhern dengan kesediaan awal ketika menerima kehadiran program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan? Yang betul-betul ada di bahan supervisi  tertulis adalah mengenai:Pertama, ketersediaan papan info dan kotak pengaduan yang kebetulan pengadaannya dibiayai oleh  proyek.  Kedua, ketentuan penempelan SKIM dan indikator kesehatan pinjaman bergulir (LAR, PAR, CCr dan ROI)  yang mengasumsikan semua BKM/LKM memiliki kantor.

Meski di lapangan sering kita jumpai kehadiran kantor BKM/LKM sebagai respon hadirnya program P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan—bahkan telah ada pemda yang melombakan-- namun tak ada pola respon yang generik.  Di satu sisi ada BKM/LKM yang telah mampu membangun kantor sendiri dengan layout dan display yang estetik, mulai dari papan nama, papan pengumuman, visi, misi, struktur organisasi, tupoksi, peta kemiskinan, SKIM  & indikator kesehatan perguliran, beberapa poster  dan material  lain yang  relevan (lihat lampiran 1, Contoh Kantor BKM yang Memiliki Performance Bagus). Di sisi lain masih bisa kita temukan respon yang memberikan kesan kesementaraan, cuma menumpang di kantor berdebu dan tanpa hak menempel atribut apapun.  Bahkan ada yang sedari pendiriannya tak memiliki kantor.

Kantor dengan performance yang baik tak boleh diartikan hanya sebagai bungkus, kulit  luar yang perannya  semua (artificial)  tetapi sebagai  indikasi kuatnya  komitmen dan kematangan sebuah lembaga. Membiarkan kondisi kesementaraan atau  tidak dimilikinya kantor oleh BKM/LKM sama halnya  membenarkan sinyalemen yang bersarang di sebagian benak masyarakat bahwa keberadaan BKM/LKM bersifat ad hoc.  Keberaadannya hanya dalam kerangka menangkap dan mengoperasionalkan BLM semata.

Kehendak BKM/LKM untuk membangun kantor yang bersumber dari kekuatannya sendiri dengan demikian perlu didukung karena merupakan cerminan kuatnya hasrat sustainable. Fakta bahwa BOP BKM/LKM yang bersumber dari BLM jumlahnya amat terbatas. Dengan dalih kuat bahwa PNPM Mandiri Perkotaan berkontribusi nyata terhadap peningkatan kualitas infrastruktur, sosial maupun  ekonomi  maka rasanya belum terlambat bila pihak proyek melalui pendamping mensyaratkan  atau “mewajibkan”  fasilitasi kantor  ke pihak desa atau kelurahan.

Hargai Ketulusan Kerelawanan Mereka. Banyak pihak menilai bahwa imbalan atau kotraprestasi sekretaris BKM/LKM atas tugas kewajiban yang ia tunaikan tak sebanding dengan pengorbanannya. Defisit antara kontraprestasi dengan pengorbanan akibat hubungan kontraktual dengan masyarakatnya tersebut kemudian kita namai  sebagai  nilai kerelawanan. Lalu,  sekretaris BKM/LKM mendapatkan sapaan  sebagai “profesional yang relawan”.

Hubungan antara konsultan (baca fasilitator) dengan pihak sekretaris bukan merupakan hubungan struktural dengan instrumen  komando dan instruksi guna penyelesaian suatu tugas, namun hanya  sebatas hubungan fasilitasi.

Rangsanglah kinerja sekretaris  dengan memberikan apresiasi atas kerelawanan mereka. Bikin mereka merasa nyaman, terisi, berguna, otentik, terinspirasi  serta bangga dengan pekerjaan dan sumbangsihnya. Pastikan bahasa supervisi yang digunakan  hanya pada pilihan bahasa yang memiliki efek  memberkati untuk mencapai kondisi yang lebih baik, meneguhkan bagi capaian yang telah baik, menyembuhkan bagi capaian yang mengalami kemunduran.

Kita dituntut sanggup berbicara dengan terlebih dahulu berefleksi untuk  menemukan ungkapan yang membangkitkan kesadaran bahwa sekretaris BKM/LKM adalah warga masyarakat berbudi luhur dan “terpilih” untuk menolong warga di lingkungan kelurahan yang belum beruntung serta menghindari pemakaian bahasa yang refresif, memvonis dan membunuh.

Implementasinya, kita jangan cuma mahir mengorek hingga menghasilkan daftar panjang kekurangan dan kesalahan. Yang lebih penting dari itu adalah kita mampu menstimulir dengan cara  menghargai setiap upaya dan capaian  yang ia wujudkan sehingga memberikan efek diperolehnya energi baru untuk melanjutkan tugas-tugas ke depan dengan penuh integritas demi kualitas capaian yang lebih baik. Prakarsa dan karya masyarakat tidak mendapatkan nilai final tetapi dalam proses menjadi (in the making).

Fasilitasi Kebutuhan ATK. Bila  ditemukan dokumen pembukuan tidak lengkap, banyak yang tak terjilid, kualitasnya beragam, tidak memenuhi standar dan susah untuk diidentifikasi, maka untuk memfasilitasi  kelengkapan dan ketertiban administrasi bisa ditempuh beberapa cara: mendorong kesediaan  pihak pemda untuk memfasilitasinya, memfasilitasi mobilisasi dana dari masing-masing BKM/LKM yang bersumber dari BOP BKM/LKM  atau mengupayakan pendanaannya melalui sponsor.

Peran pendamping adalah menyiapkan design dan spesifikasi buku sedangkan  pengadaannya dapat dilakukan oleh pihak Pemda dengan menunjuk percetakan tertentu atau dilaksanakan sendiri pemesanannya atau pembuatannya oleh Forum BKM/LKM.

Kita bisa berdiskusi dengan para pendamping di Eks Karesidenan Surakarta, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi D.I. Yogyakarta, Kabupaten Kudus, Jepara dan Pati tentang pengalaman  mereka bagaimana menggerakkan masyarakatnya sehingga  memiliki  semua instrumen pembukuan yang dicetak.

Di beberapa wilayah langkah tersebut terbukti memiliki andil besar dalam meringankan pendamping beserta  relawan dalam menjamin terlaksananya  transparansi dan akuntabilitas dalam  pengelolaan dana BLM maupun  dana masyarakat melalui aktifitas pembukuan.

Tak  semua pemda pelit. Pemda-pemda tertentu justru  sangat akomodatif. Tipsnya jalin komunikasi secara intens dan pengajuan pendanaan ke pemda dilakukan jauh hari  sebelum  penyusunan APBD. Di luar itu kemungkinannya hanya ada di perubahan APBD.  Dari pengalaman yang ada, permintaan fasilitasi oleh konsultan yang diloloskan tak cuma fasilitasi buku tetapi juga beragam di antara kebutuhan berikut: pembiayaan sewa kantor korkot, pembiayaan sewa posko tim faskel,  pinjaman ruang pertemuan untuk pelatihan atau rapat, tambahan BOP BKM/LKM, pendanaan pelatihan-pelatihan, subsidi biaya rapat BKM/LKM, studi banding, bantuan  meubeler berupa meja kursi dan rak buku, pendanaan audit, hingga pemberian personal computer (PC). 

Libatkan Sekretaris  pada Seluruh Rapat BKM. Kearsipan tumbuh sesuai dengan rekaman proses  kegiatan. Seseorang hanya akan dapat mengemban fungsi kearsipan dengan baik bila terlibat atau minimal tahu    proses sebuah kegiatan. Upaya terbaik adalah dalam berbagai macam rembug sekretaris jangan sampai ditinggalkan  BKM. Semakin dilibatkan atau terlibat secara aktif dalam kegiatan BKM/LKM, sekretaris diharapkan memiliki pengetahuan matang  tentang konsep maupun teknis sehingga bisa menimbang dan memaknai pentingnya sebuah dokumen. Keterlibatan aktif menjadikan  keputusan-keputusan penting dari rapat  ternotulensikan dan dokumen-dokumen penting BKM dapat diamankan melalui pengarsipan yang baik.

Dokumen jumlahnya terus mengalami penambahan dari waktu ke waktu.  Arsip dan kelengkapan sekretariat  yang dimiliki oleh BKM/LKM kategori lokasi lama untuk lingkup PNPM Mandiri perkotaan saja mencapai  22 jenis (lihat lampiran 2, Daftar Dokumen dan Kelengkapan Kantor BKM). Sedangkan jumlah arsipnya tentu telah sangat banyak, bergantung pada umur dan pagu BLM yang diterima. Belum lagi jika BKM/LKM menjalankan program rekonstruksi, padat karya, kemitraan dan lainnya.

Sejalan dengan proses  pendewasaan mestinya BKM  membangun kelengkapan  organisasi dengan memiliki  kantor. Saatnya  BKM/LKM didukung dengan fasilitasi kantor dan pengarsipan yang representatif untuk mewadahi rekaman kebijakan dan potret keberhasilan yang telah ia capai. Ketersediaan kantor bagi BKM/LKM dan menambahkan  job discription pengarsipan bagi sekretaris tak bisa ditawar lagi.

Indikasi pelaksanaan pengarsipan yang baik sangat simpel. Pencarian dokumen tertentu misalnya  PJM sebagai wujud komitmen penanggulangan kemiskinan beserta LPJ-LPJ sebagai bentuk akuntabilitas terpelihara dan sangat mudah ditemukan.

Catatan penting perlu disampaikan di sini. Alih kelola BKM/LKM dari pengurus lama ke pengurus baru menurut pengalaman  sering dan  potensial sebagai penyebab hilangnya dokumen. Proses serah terima kepengurusan oleh karenanya penting untuk dikawal dengan mensyaratkan  serah terima asset dan dokumen,  lengkap dengan berita acaranya.

Justifikasi Kelayakan Akses Program. Bentuk lain stimulasi yang bisa dilaksanakan adalah melombakan BKM/LKM sehingga  menumbuhkan solidaritas, kerjasama dan kebanggaan kolektif.  BKM/LKM yang kinerjanya baik selanjutnya mendapatkan penghargaan  (awards).  Apa pun bentuk penghargaan yang diberikan (sertifikat, piala, trophy, uang pembinaan, hadiah berupa program) arah misi lomba ini adalah performa kantor dan  administrasi BKM menjadi lebih tertib. BKM melalui sekretaris menginventarisasi seluruh dokumen siklus PNPM Mandiri Perkotaan, menata layout dan kelengkapan kantor  disamping menertibkan pembukuan  BLM.

Persyaratan akses  program PLPBK mencantumkan di dalamnya ketentuan kelayakan pembukuan sekretaris selama tiga bulan  berturut-turut. Persyaratan tersebut setidaknya telah turut  mengukuhkan pesan ke  sekretaris agar tetap berkinerja baik. 

Last but not least mari kita berefleksi.  Fasilitator sebagaimana asal kata Bahasa Latin “fasilis”, artinya “mempermudah”. Sebagai seorang fasilitator ketika masyarakat menghadapi  kebuntuan, belum memiliki  akses, benar-benar belum faham bagaimana pekerjaan tertentu  dilaksanakan, sudahkah kita lakukan mediasi, fasilitasi dan advokasi ?

Sudahkah kita mempermudah masyarakat  dalam proses pembelajaran? Jangan-jangan justru kita sedang merepresi?. (OC 5 Provinsi DI Yogyakarta)

Lampiran 1
DAFTAR CONTOH KANTOR BKM YANG MEMILIKI PERFORMANCE BAGUS

NO NAMA BKM/LKM KELURAHAN/DESA KECAMATAN KAB/KOTA
1 Tirtorahayu Tirtonirmolo Kasihan Bantul
2 Surya Lestari Sorosutan Umbulharjo Yogyakarta
3 Dadi Maju Margodadi Seyegan Sleman
4 Arta Kawula Krobokan Semarang Barat Semarang
5 Tlogo Mulyo Tlogosari Kulon Pedurungan Semarang
6 Charisma Kajen Margoyoso Pati
7 Karya Utama Agung Mulyo Juwana Pati
8 Bakti Bangsa Purwokerto Tayu Pati
9 Jimbung Jimbung Kalikotes Klaten
10 Bina Sejahtera Genuk Suran Purwodadi Grobogan
11 Kampung Jua Kampung Jua Lubuk Begalung Padang
12 Sakinah Balai Batu Sandaran Barangin Sawahlunto
13 Koto Salayan Saiyo Koto Salayan Mandi Angin Bukittinggi
14 Sejahtera Jelak Ombo Jombang Jombang
15 Karya Makmur Jombang Jombang Jombang
16 Tlogomas Lowok Waru Lowok Waru Kota Malang
17 Bligo Bestari Bligo Sidoarjo Sidoarjo
 

Lampiran 2
DOKUMEN-DOKUMEN DAN KELENGKAPAN SEKRETARIAT BKM

NO KENGKAPAN /DOKUMEN NO KENGKAPAN/DOKUMEN
1 Buku Tamu 11 Dokumen RK 1 s.d RK 4
2 Buku Notulen 12 Dokumen PS 1 s.d PS 3 dan lampirannya
3 Buku Ekspedisi
13 Berita Acara Pembentukan BKM dan format BKM lainnya
4 Arsip surat masuk / keluar 14 Dokumen PJM Pronangkis yang telah dijilid
5 Daftar nama anggota BKM lengkap dengan alamat dan No. Telp. HP 15 Pembukuan sekretariat dan UPK beserta bukti transaksi
6 Papan nama BKM 16 Laporan-laporan Penggunaan BLM (LPJ)
7 Papan informasi P2KP Kotak Pengaduan Masyarakat 17 Dokumen audit KAP
8 Leaflet, poster, spanduk, VCD atau media cetak tentang P2KP/PNPM
 

18
Dokumen Siklus Lokasi Lama:
Laporan Review Program
Laporan Review Kelembagaan
Laporan Review Keuangan
Dokumen PJM Pronangkis hasil Revisi
9 Daftar hadir dan Berita acara kegiatan siklus P2KP/PNPM sejak RKM, RK, PS, BKM, PJM, BLM, dan KSM.
 

19 Dokumen PLPBK:
Dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP)
Dokumen Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP)
Aturan Bersama
Dokumen Strategi Pemasaran
 
 
10 Berita Acara RKM 1 s.d RKM 3 20 AD/ART & RAPB BKM

Kamis, 19 Desember 2013

Horee... Desa akan mendapatkan anggaran per tahun 1M

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang (UU) Desa dalam rapat paripurna DPR di gedung DPR Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Sejumlah hal baru dan penting diatur dalam UU itu khusus terkait pembangunan Desa. Diantaranya soal anggaran buat Desa yang mencapai rata-rata sekitar Rp 1 miliar per Desa per tahun. Dengan kata lain ada Desa yang mendapat anggaran di atas Rp 1 miliar dan ada yang dibawah Rp 1 miliar per tahun.
"Alokasi anggarannya disesuaikan dengan kondisi desa, jumlah penduduk, luas wilayah, infrastruktur desa, dan sebagainya," kata Anggota Pansus RUU Desa Budiman Sudjatmiko di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Anggaran untuk Desa ini diatur pada Pasal 72 yang dananya bersumber dari APBN serta paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi oleh Dana Alokasi Khusus.
Disebutkan bahwa pengelolaan keuangan desa ini nantinya dilimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk.
Menurut Budiman Sudjatmiko alokasi dana untuk Desa yang diatur dalam UU Desa yang baru ini mengukuhkan kenaikan anggaran yang dikelola desa.
"Sebelumnya anggaran untuk Desa cuma berasal dari APBD dan  menurut pemerintah sering tidak dijalankan dengan serius," kata Budiman.
Dalam Pasal 73 UU Desa ini disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa.
Pada ayat (2) RAPBD Desa diajukan kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Musyawarah Desa.
"Pengawasan anggaran Desa dilakukan oleh kabupaten," kata Budiman.

Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat

Menko Kesra: Mulai 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan Langsung Beroperasi

Jakarta, 18 Desember – Menko Kesra HR. Agung laksono mengatakan bahwa mulai tanggal 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan (BPJS Kes) langsung beroperasi.
“ Bila sampai hari ini, program jaminan sosial yang memberi perlindungan sosial bagi penduduk masih terbatas  baik manfaat dan kepesertaannya, maka mulai 1 Januari 2014 kita memiliki sistem penyelenggaraan jaminan sosial yang lebih baik. Mulai tanggal 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan langsung beroperasi memberikan manfaat jaminan kesehatan  bagi peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan di mana pun ia berada di Indonesia. Mulai pada tanggal itu pula BPJS Kesehatan wajib menerima pendaftaran peserta baru, siapa pun dia termasuk warga negara asing yang telah bekerja di Indonesia minimal enam bulan”.
Demikian antara lain dikatakan Menko Kesra HR. Agung laksono pada sambutan pengarahan pembukaan Workshop Nasional “Integrasi Jamkesda Dalam SJSN dan Persiapan Peluncuran BPJS”, Selasa (17/12/2013) di Balai Sudirman, Jakarta.

Menko Kesra pada awal sambutan tersebut mengajak para pesrta untuk menajatkan puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-Nya pada pagi hari ini kita dapat bersama-sama menghadapi hari-hari menjelang 1 Januari 2014. Tanggal 1 Januari kali ini  mempunyai arti yang khusus bagi kita semua sebagai warga negara. Kita tidak hanya menghadapi pergantian tahun, namun lebih dari itu, kita akan memasuki era baru, yaitu era implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tepat tanggal 1 Januari 2014 nanti, kita akan memiliki badan hukum publik yang diamanatkan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan hukum publik ini mengemban amanah Undang-Undang untuk meningkatkan manfaat program jaminan sosial dan meningkatkan kepesertaan jaminan sosial.
Lebih lanjut Menko Kesra mengatakan “BPJS Ketenagakerjaan yang akan menyelenggarakan empat program jaminan sosial lainnya, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian, masih mempunyai waktu satu setengah tahun untuk mulai beroperasi. Masih cukup waktu bagi PT. Jamsostek (Persero) untuk mempersiapkan diri.   Lain halnya dengan PT. Askes (Persero), sebagaimana amanat UU, sudah tidak ada kata “tidak siap” untuk mulai beroperasi. Namun demikian, PT. Askes yang menjadi BPJS Kesehatan tidak bekerja sendiri. Sejak UU SJSN Tahun 2004 dan dipertegas lagi dalam UU BPJS tahun 2011, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah telah berkoordinasi dengan sungguh-sungguh untuk mengantarkan PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan. Khususnya bulan-bulan belakangan ini, saya selaku Menko Kesra tidak henti-hentinya ditanya oleh berbagai pihak tentang progres implementasi SJSN ini”.
Kepala Daerah Pantau di Lapangan
Pada hari ini Selasa(17/12/2013), Menko Kesra bersama Menteri-menteri lain hadir di sini untuk memastikan bahwa BPJS siap diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014. Hari ini mulai kita bunyikan genderang pembentukan BPJS, bahwa tepat tanggal 1 Januari 2014 pukul 00.00, BPJS Kesehatan dapat dibentuk dan mulai beroperasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, Menko Kesra dan para Menteri lainnya meminta kepada Pemerintah Daerah untuk turut membunyikan genderang pembentukan BPJS ini. Kepada para Kepala Daerah diharapkan dapat ikut mengadakan pemantauan di lapangan apakah BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik, dan kami minta dukungan para Kepala Daerah untuk kelancaran penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan di daerahnya masing-masing.

Dari aspek regulasi, kami akan pastikan bahwa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden untuk pelaksanaan program JKN dan kegiatan operasional BPJS Kesehatan selesai sebelum tanggal 31 Desember 2013. Dengan peraturan perundang-undangan tersebut, BPJS Kesehatan dapat melakukan tindakan penyelenggaraan jaminan kesehatan. Dari aspek teknis operasional, Menko Kesra sudah mendapat laporan bahwa PT. Askes telah selesai mempersiapkannya.
107 Kab/Kota Siap
Setelah kita berhasil menyelesaikan persiapan aspek regulasi dan aspek operasional tersebut, isu penting lainnya  adalah penyelenggaraan jaminan kesehatan di daerah. Kita ketahui bersama, banyak pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).  Menyongsong implementasi JKN oleh BPJS Kesehatan, 107 Kabupaten/Kota telah menandatangani Nota Kesepakatan untuk berintegrasi ke dalam JKN. Per 1 Januari 2014, 2.340.000 peserta Jamkesda langsung bergabung ke dalam kepesertaan JKN.
Percepat Universal Coverage
Integrasi Jamkesda ini  mempercepat pencapaian universal coverage yang diagendakan tercapai pada tahun 2019. Namun  saya yakin agenda universal coverage tersebut dapat dipercepat. Baru-baru ini saya menugaskan Ketua DJSN untuk mengadakan koordinasi dengan Pemda Nanggroe Aceh Darussalam terkait penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Alhamdulilah, DJSN bersama Kementerian Kesehatan dan PT. Askes berhasil merumuskan kesepakatan bahwa  JKA akan berintegrasi ke dalam JKN mulai 1 Januari 2014.  Koordinasi dengan Pemda semacam itu perlu diintensifkan agar segera terjadi kesepahaman dan kesepakatan untuk berintegrasi ke dalam JKN.  Saya bersama Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah terkait akan terus berkoordinasi untuk mempercepat integrasi Jamkesda ke dalam JKN.
Amanah UUD 1945
Kita memang patut berbahagia pada hari ini, karena tanpa terasa kita sekali lagi menyaksikan wujud nyata dari amanah UUD 1945. Salah satu komitmen para pendiri bangsa untuk mensejahterakan rakyat berhasil kita wujudkan. Dalam waktu yang tidak lama, mungkin sebelum tahun 2019, kita akan berusaha keras agar seluruh penduduk Indonesia tercover oleh jaminan kesehatan.  Sekali lagi, betapa bahagianya kita mendengar dan melihat saudara-saudara kita dapat dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan, tidak lagi bicara tentang status sosial ekonominya, dan tidak lagi melihat lokasi keberadaannya. Pesan yang Menko Kesra sampai saat ini, betapa nilai gotong royong yang kita implementasikan ke dalam SJSN benar-benar bekerja dengan baik. Orang kaya membantu yang miskin, orang sehat membantu yang sakit, orang muda membantu yang tua. Semua sepakat untuk membayar iuran dan dipergunakan sebanyak-sebanyaknya bagi kepentingan mereka. Uang yang dikumpulkan oleh peserta menjadi dana amanah yang akan dikelola oleh BPJS.

BPJS Dituntut Bekerja Dengan Nilai, Norma dan Standar Baru
Kita menjadi bangga karena memiliki suatu sistem yang dibangun dan bekerja untuk kepentingan para pesertanya. Di sinilah BPJS dituntut untuk bekerja dengan nilai, norma dan standar yang baru. BPJS bukan lagi sebuah badan penyelenggara yang berstatus perusahaan persero, BPJS mempunyai posisi strategis dalam tata kenegaraan kita. BPJS berstatus badan hukum publik, yang dibentuk oleh UU. BPJS sudah harus membuka akses-askes hubungan antar lembaga yang mengarah pada satu titik, yaitu pelayanan perlindungan sosial bagi penduduk Indonesia yang menjadi pesertanya.
“ Saya selaku Menko Kesra akan menjadi ringan tugasnya bila BPJS ini dapat bekerja dengan baik. Karena hasil kerja BPJS ini akan secara nyata menyumbang pada IKRAR (Indeks Kesejahteraan Rakyat). Bila 3 tahun belakangan ini nilai IKRAR kita menanjak secara perlahan, maka dengan beroperasinya BPJS Kesehatan saya yakini indeks kita akan beranjak naik secara signifikan. Hal ini akan kita buktikan kemudian hari, dan dalam jangka waktu itu tentunya kita akan mengevaluasi penyelenggaraan jaminan kesehatan ini.  Di sisi lain, saya juga akan mendorong peran Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk bekerja mengawasi secara eksternal atas kinerja BPJS ini dalam rangka monitoring dan evaluasi, sebagaimana juga diamanatkan dalam UU BPJS. DJSN dengan berkoordinasi antar Kementerian/Lembaga,  didorong untuk mengoptimalkan pelaksanan tugas dan fungsinya”.

Pada kesempatan ini, Menko Kesra minta kesediaan Bapak Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial dapat menyampaikan arah kebijakan terkait mengimplementasikan SJSN dan BPJS ini.
Kepada Direksi PT. Askes (Persero)  Menko Kesra minta paparan sejelas-jelasnya tentang kesiapannya untuk menjadi BPJS Kesehatan dan memulai kegiatan operasionalnya. Kepada DJSN diminta untuk menyampaikan hasil monitoring dan evaluasinya tentang persiapan implementasi jaminan kesehatan di beberapa daerah. Semoga harapan kita untuk menuju masyarakat yang sejahtera melalui SJSN bisa kita wujudkan. (Gs)